Rabu, 25 Mei 2011

"UDIN PALSU"

Aslmkm..
Kawan………… ini adalah  sebuah kisah yang kualami beberapa tahun yang lalu…
Cerita ini berawal ketika aku sedang lembur dikantor…diawal-awal aku mengajar  di sebuah madrasah diniyah di daerah pejaten timur, pasar minggu.
Malam itu jam tanganku menunjukkan jam 20.00 wib ketika aku memutuskan untuk pergi kekantor menyelesikan sebuah pekerjaan yang belum selesai, maklum letak asrama dan kantorku hanya beberapa langkah saja..

**********

Sesampainya dikantor aku langsung menyalakan komputer di meja kerjaku, sebuah komputer pentium III  usang yang selama beberapa bulan ini selalu menemaniku menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Udara malam itu cukup membuatku gerah, sehingga tanpa diperintah tubuhku bergerak menuju sebuah tomboh. Ya, tombol kipas angin tentunya. Putaran demi putaran kipas angin tersebut seolah sebuah irama yang menemaniku menyelesaikan pekerjaanku.

Selama beberapa  menit jari-jariku menari-nari di atas keyboard yang sudah mulai gak nyaman disentuh jari-jariku..sebelum akhirnya jari-jariku berhenti ketika sebuah bunyi memekakkan telingaku, sebuah dering telephon yang berada tepat di sampingku..sebelum ku angkat gagang telephone tersebut...hatiku bertanya-tanya.”siapa sih malam-malam nelephone ke kantor?”.
Gagang telephonepun ku angkat..dan sebuah ucapan salam pun melucur dari mulutku..
“Asalamualaikum..MD asy selamat malam”.lalu terdengarlah sebuah suara lembut diujung telephone.
“wa alaikum salam..bisa bicara dengan Audin?”.ternyata suara seorang wanita yang menurut perkiraanku berumur antara 20-23 th mendengar pertanyaan tersebut  lidahku reflex saja berkata..
“iya saya sendiri”. lalu wanita itupun melanjutkan pembicaraannya..
“ini Feti Aa, besok Feti wisuda..Audin bias datang ga?..oiya ini bapak mau bicara”.lalu terdengarlah sebuah suara laki-laki setengahbaya..
“Din ini bapak..bapaknya feti..besok si Feti mau wisuda, kamu bisa datang ga? “. Lalu tanpa pikir panjang  aku pun segera menjawab..
“Insya Allah pak..dimana?dan jam berapa mulainya  ?”. lalu bapaknya Feti pun menjawab..
“di IPB Fakultas Kesehatan Masyarakat..jurusan gizi Masyarakat..wisudanya jam 14.00 wib, kamu besok kalo mau datang, ke kosannya Feti dulu ya..di depan kampus IPB..entar kita berangkat bareng, oiya ni nomor HP bapak kamu catat..0813xxxxxxx”. lalu akupun segera mencatat nomor HPnya..dan telephonepun di akhiri oleh sebuah salam yang penuh kekeluargaan dan dialeg khas orang sunda..


Kawan…seb enarnya  aku setengah tak sadar ketika menjawab telephon    tadi…entah apa yang membuatku demikian…
Beberapa menit aku terdiam dan langsung berfikir..siapa ya Feti itu? Seingatku aku tak punya saudara yang bernama Feti, ah..mungkin adik kelasku waktu SMU, karena memang banyak adik kelasku yang kuliah di IPB.

 Tapi.. kalau diingat-ingat lagi memang tak ada adik kelasku yang bernama Feti yang kuliah di IPB, lagian buat apa pula mereka mengundangku datang..tak ada urusannya. Untuk menghilangkan kebimbanganku tersebut aku segera menelephone seorang teman di Bogor yang kebetulan dia adalah seorang yang sangat aktif ketika di SMU dan dia kenal semua adik kelas yang kuliah di IPB bahkan dia pun sering bersilaturahim ke kampus IPB.

Oiya kawan…temanku bernama Dindin..dia adalah salah seorang mahasiswa UIKA (Universitas Ibnu Khaldun Bogor ) dia aktif di organisasi kemawasiswaan KAMMI bahkan dia menjabat posisi  penting di KAMDA Bogor..dia adalah seorang teman yang menjadi saksi perantauanku pertama kali ke Bogor, karena dialah yang pertama kali meyakinkanku untuk berjuang menghadapi sebuah perantauan bersama seorang teman lagi, yaitu Iwa, yang sekarang aku sudah tak tau lagi kabarnya..tapi do’a ku insya Alloh selalu menyertainya..untuk kisah perantauanku akan aku ceritakan ditempat lain…

******

Di telephone aku segera menceritakan kejadian yang baru saja terjadi, dindinpun berkata ..
“kenapa ente gak tanyain detail..seingat ana gak ada alumni SMU kita yang namanya Feti,  Fakultas kesehatan masyarakat, jurusan gizi masyarkat pula.he,he..temen-temen dan adik kelas kita banyaknya ngambil Fakultas Pertanian atau peternakan, mungkin itu saudara ente kali?” saya pun segera menjawab..
“kayaknya ga ada saudara ane yang kuliah di IPB din, ya udah din, besok ente kalau ada waktu bisa temenin ana ke IPB ga?”.dindin pun menjawab..
“Iya insya Allah..kebetulan ana ada motor temen nih bisa di pinjam, ente besok ke tempat ana dulu ya..”
“Iya din..Jazakallah khair, wassalamualaikum”. Aku pun segera menutup pembicaraan.

Di dalam pikiranku masih berkecamuk bebagai pertanyaan siapa Feti itu? Kok dia tau nomor telephone kantorku? Apakah mungkin telephone tadi bukan untukku?.
Kawan…. aku langsung teringat kalau di tempatku mengajar ada beberapa teman yang namanya berakhiran din /udin, diantaranya ada pak Zaenudin, Pak Matrudin, pak Pachrudin aris, Pak Moh. Sayfuddin Zuhri, dan aku sendiri Saepudin. Tapi dari beberapa nama tersebut tak ada yang panggilannya udin.
Pak Zaenudin Panggilannya Pak Zay
Pak Matrudin paanggilannya pak Mat
Pak Fachrudin aris panggilannya pak Aris
Kecuali pak Moh. Sayfuddin zuhri, panggilannya  adalah pak udin, tapi beliau bukan orang sunda. Beliau asli nganjuk, jawa timur.
Panggilanku dari dulu udin, tapi karena di sekolahku udah ada yang dipanggil Pak udin, maka akupun mendapat panggilan baru yaitu pak sae/pak Say sampai sekarang.

******

Aku semakin bingung, tapi tadi aku sudah janji akan menghadiri wisuda Feti besok sekaligus menjawab rasa penasaranku tentang siapa sebenarnya orang yang menelephoneku tadi, aku pun sudah tak semangat melanjukan pekerjaanku yang tertunda tadi dan komputerpun segera kumatikan. lalu aku bergesas pulang untuk beristirahat.
Keesokan harinya aku meminta ijin kepada kepala sekolah bahwa aku tidak bisa hadir karena ada urusan keluarga, dan tanpa banyak basa-basi lagi kepala sekolahpun mengijinkannya. Karena beliau percaya penuh kepadaku dan paham betul siapa diriku, aku tidak akan ijin kalau tidak ada kepentingan yang benar-benar penting.

******

Siang itu langit pejaten timur begitu indah..langit biru berhiaskan awan yang berarak bebas, seolah setiap gerak mereka adalah tasbih kepada Tuhannya yang Maha Indah dan mencintai keindahan, sekelompok burung gereja begitu riang bermain-main di sebuah pohon buni yang rindang dihalaman sekolahku, mereka loncat dari satu dahan ke dahan lain sambil menyanyikan nyanyian khasnya cicit..cuit.. Saat itu pula langkah demi langkah ku ayun menuju sebuah stasiun kereta api, ya..stasiun kereta api pasar minggu baru tentunya, karena stasiun itulah yang terdekat dari tempat tinggalku dan bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki.

Kurang lebih sepuluh menit waktu yang kubutuhkan untuk sampai di stasiun pasar minggu baru, aku bergegas menuju ke sebuah loket untuk membeli tiket.  Loket yang biasanya selalu dipadati oleh antrian, siang itu terlihat agak lengang. Hanya terlihat dua orang petugas loket yang sedang sibuk dengan setumpuk tiket yang sedang mereka beri stempel, sebelum akhirnya mereka berhenti ketika aku berkata..
“Bogor satu pak..!” kataku. Lalu petugas tiket pun segera menyodorkan selembar tiket dan berkata
“Dua ribu lima ratus”katanya. Ya dua ribu lima ratus saja harga tiket ekonomi jakarta-bogor. Sungguh harga yang sangat murah jika dibanding dengan jarak tempuh yang cukup jauh.
Aku segera mengeluarkan recehan dua ribu lima ratus rupiah dari kantongku dan berbegas menuju peron sebelah kanan, peron yang saat itu tidak hanya dipenuhi oleh para calon penumpang yang menunggu kedatangan KRL, tapi juga para pedagang kaki lima dan pedagang asongan. Tapi pemandangan itu sekarang sudah tidak ditemukan lagi setelah PT. KAI meningkatkan pelayanannya dengan membuat peraturan dan sanksi untuk kenyamanan dan ketertiban di stasiun dan juga didalam kereta.

*******

Aku menempati gerbong ketiga dari depan, suasanananya tidak terlalu padat karena mungkin bukan jam orang-orang berangkat kerja ataupun pulang kerja, tapi tetap aja kawan, sekosong-kosongnya kereta ekonomi  aku tak dapat tempat duduk. Aku berdiri mendekai pintu agar lebih sejuk dihempas angin  kencang KRL.

Kalau kita amati memang sungguh dramatis setiap kejadian yang kita jumpai di dalam KRL, para pedagang lalu lalang menawarkan dagangannya, para pengemis silih berganti menadahkan tangan mengaharap belas kasihan para penumpang, dan juga para pengamen yang silih berganti menunjukkan kebolehannya bak acara konser music saja kawan…tapi dalam hati kecilku aku merasa salut dengan perjuangan mereka semua kawan..mereka begitu gigih mengumpulkan keping-demi keping rupiah dan tak pernah berhenti berkreasi.

***********

Hampir satu jam aku berdiri berdesak-desakan didalam kereta dengan berbagai pemandangan yang dramatis itu hingga akhirnya kereta pun mengantarkanku ketujuan utamaku, stasiun Bogor yang juga stasiun terakhir..ya kurang lebih 12 stasiun yang dilewati antara ps.minggu – Bogor.
Keretapun berhenti dan penumpangpun berhamburan keluar dari gerbong, belum sampaipun seluruh penumpang keluar, dari luar para calon penumpang baru sudah menyerobot masuk dan berebut tempat duduk..begitulah potret perkeretaan Indonesia, yang entah kapan kita dapat menikmati kenyamanan transportasi masal yang nyaman dan bebas macet seperti di luar negri katanya..???
Aku bergegas mempercepat langkahku meninggal stasiun Bogor ditengah kerumunan orang banyak yang sebelumnya harus menghadapi pemeriksaan karcis di pintu keluar, Alhamdulillah aku aman, karena aku penumpang yang baik, he,he..


Sebelum aku meniki sebuah angkot hijau bernomor 07, aku sempat melewati sebuah kedai bubur ayam langgananku. Biasanya aku menyempatkan mampir untuk menikmati semangkuk bubur ayam panas yang khas itu, tapi aku buru-buru ingin cepat sampai dikosan temanku. Angkot hijau itupun segera memacu lajunya membawaku menyusuri jalanan dikota Bogor. Entah berapa belokan yang sudah aku lalui hingga angkot hijau itupun sampai disebuah perumahan. Perumahan bukit cimanggu namanya, tempat kawanku ngekos.

Aku sudah berdiri di depan sebuah pintu kosan didekat mushola At-Taqwa…
  Pintupun ku ketuk diiringi salam..”tok,tok..assalamualaikum”.  pintupun dibukan dan terpampanglah didepanku seorang laki-laki berperawakan tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu gemuk, sedang-sedang saja dengan kulit sawo matang. Dialah dindin temanku, teman seperjuanganku.
“waalaikumsalam, dah nyampe aja ente. Ayo masuk”. Dengn senyum Diapun mempersilakanku ramah selayaknya seorang teman yang jarang sekali jumpa, setelah beberapa saat berbincang, kami pun segera berangkat menaiki sebuah sepeda motor yang katanya punya temennya dindin.

Laju sepedamotor kami hanya 40-60 km/jam saja, karena jalanan kota bogor siang itu cukup padat dengan angkot yang berjubel yang seenaknya saja menaik turunkan penumpang.
Matahari siang itu bersinar cerah, tapi teriknya tak begitu mambakar ,mungkin karena udara kota Bogor masih cukup sejuk kale ya…

Diperempatan  kebon pedes, makin terasa kemacetan..maklum saat itu sedang terjadi pelebaran jalan baru. Dan  perempatan itulah sekarang sudah menjadi sebuah jalan besar dengan fly over kea rah parung.
Sepeda motor kami sudah melewati terminal Bubulak, sebelum akhirnya dindin memutuskan untuk melalui sebuah jalan alternatif, ya jalan tikuslah menurut bahasaku..

Akhirnya sampai  juga aku dikampus kebanggan orang Bogor..kampus kebanggaan bangsa Indonesia juga tentunya…kampus yang begitu luas..sejuk asri dan indah..kenapa aku dulu gak punya cita-cita kuliah disini ya..?. ah entahlah kawan kalau diceritakan panjang.
Ini adalah kesekian kalinya aku berkunjung kesini, setelah sebelumnya aku pernah di ajak oleh dindin menemui seorang kawan satu smu disini.
Setelah memarkir motor aku segera menelephon bapaknya Feti..
“Assalamualaikum pak, sekarang posisi dimana?”
“waalaikumsalam, iya din bapak di gedung Wijaya kusuma, wisudanya udah mulai..kamu kesini aja..”
“oiya pak, saya segera kesana”.aku segera mengakhiri pembicaraan. Dan aku segera bertanya kepada din-din..
“din, ente tau gak gedungnya..”
“wah kalau gedungnya sih saya gak hafal persisnya, maklum dah lama juga gak kesini..kan terakhir ma ente kesini…tapi  tar kita Tanya aja ama temen ane yuk..”. kami pun segera memhampiri seorang teman tak jauh dari parkiran motor kami…

Setelah berbasa-basi teman tersebut mengantarkan kami ke tempat yang di tuju..hatiku sempat agak berdebar juga ketika masuk keaudutorium tempat wisuda itu, apa lagi dindin gak mau diajak masuk katanya “ane nunggu diluar aja ya”.

Di ruang auditorium ini memang sedang terjadi prosesi wisuda..aku lihat ada sekitar dua puluh orang wisudawan dan wisuda wati yang mengikuti prosesi  tersebut. Bangku undangan pun tidak terlalu padat nampaknya..aku duduk dikursi undangan paling belakang..ku amati satu-persatu wajah para wisuda wati  itu..tapi tak ada satu pun wajah yang aku kenal..begitupun di bangku undangan, tak satupun orang yang aku kenal..biar orang gak curiga akupun mengeluarkan kamera digital disaku celanaku dan menyempatkan mengambil beberapa gambar. Camera digital yang sengaja aku bawa dari Jakarta..kamera pinjaman punya sekolah.

Satu demi satu prosesi wisuda berlangsung..hingga akhirnya wisudapun usai dan para wisudawan/wati serta para undangan meninggalkan ruang auditorium. Tinggal aku dan bebera orang saja..tiba-tiba hp disakuku berdering..kulihat ternyata dari bapaknya Feti..
“din, kamu dimana..? wisuda dah selesai bapak dah diluar ni..bapak tunggu di dekat tenda ya”
“iya pak saya masih di auditorium, saya segera kesana..”
Aku segera menuju tempat yang dimaksud, sebelumnya aku bilang sama din-din untuk menunggu saja ditempat tadi…

Dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki setengah baya berdiri dibawah tenda membelakangiku
Hatiku berdebar”mungkin ini kali bapaknya Feti..?”.aku segera menghampirinya..
“assalamualaikum pak,bapak bapaknya Feti?”.orang itupun berbalik dan agak sedikit kaget dia menjawab..
“waalaikum salam..iya,kamu udin?”
“iya pak saya udin” aku segera menyalaminya dan memeluknya seolah olah dah kenal dekat alias SKSD (so kenal so dekat). Tapi aku tak habis piker, kenapa bapak itu tak ada rasa curiga sedikitpun kepadaku, malah dia berkata..
“din, si Fetid an keluarga yang lain udah nunggu diparkiran..yuk mendingan kita kesana..”ajaknya.
Akupun menurut saja…dari  kejauhan aku melihat beberapa orang didalam sebuah mobil yang terbuka pintunya, sedang bercanda ria, nampaknya mereka adalah sebuah keluarga. Nampak seorang nenek, seorang anak muda, seorang wanita setengah baya, dan seorang wanita cantik berwajah khas sunda, aku bisa menebak bahwa dia adalah Feti yang dimaksud.

Ketika kami semakin mendekat, tampak keheranan diwajah mereka. Mungkin dalam benak mereka bertanya”siapa yang dibawa bapak”..
Akupun sudah berada dihadapan mereka”sebelum akhirnya bapaknya Feti berkata..kepada seorang wanita yang ku tebak tadi..ternyata tebakanku tidak meleset…
“Feti ni si Udin!” lalu spontan saja semua orang yang berada dimobil melihat kearahku dan berkata..
“hah…udin..??? bahkan Feti berkata.
“itu bukan Audin pak.!” Nenek yang tadi terheran-heran pun nyeletuk..
“itu UDIN PALSU”!!
Sebelum urusan menjadi runyam aku segera angkat bicara..
“saya temennya udin pak..bapak yang nelepon kenomor.02179XXXX semalam kan?
“iya”katanya
“bapak dapat nomor itu dari mana?”
“si udin ngasih nomor itu waktu dia ke majalengka..katanya itu nomor kantornya”lanjutnya
“terus udin yang bapak maksud siapa..?
“itu keponakan saya, katanya dia ngajar di pejaten timur..kalau rumahnya katanya di sawangan..”
Mendengar kata sawangan pikiranku langsung tertuju ke pak Zaenudin/pak zay..aku baru ingat kalau panggilan kecil dia adalah Udin..akupun berkata..
“oh…yang bapak maksud itu temen saya Zaenudin..panggilannya Pak zai, rumahnya emang disawangan..ni nomor Hpnya kalau gak percaya bapak langsung bicara aja ama dia” akupun segera menyambungkan pembicaraan ke pak zay temen ku…aku tidak tidak terlalu jelas mendengar pembicaraan mereka. Tapi yang pasti pak zay membenarkan bahwa aku adalah temannya…
Kemudian Bapaknya Feti pun berkata..
“maaf yang mas saya salah orang yg saya maksud yaitu zaenudin keponakan saya,….nanti kalo ketemu dia, tolong sampaikan bahwa neneknya ingin ketemu . besok datang aja kekosannya Feti gitu”katanya
“iya insya Allah saya sampaikan..saya juga mohon maaf udah ngaku-ngaku udin..tapi emang nama saya udin,he..he..
Kamipun tertawa semuanya atas kejadian itu..wkwkwk

******

Tapi selalu ada hikmah dari setiap kejadian…
Setelah peristiwa itu akupun segera kembali keJakarta dan menceritakan semua kejadian itu pada temenku pak zaenudin…diapun tertawa mendengar ceritaku. Sebelum akhirnya dia bercerita padaku bahwa yang aku temui itu adalah keluarganya dari majalengka..keluarga yang sudah cukup lama lost contac sampai aku datang menhubungkan mereka lewat paristiwa itu..bahkan pak zaenudinpun memintaku untuk menemaninya menemui keluarganya yang masih di IPB, tepatnya dikosannya Feti. Tetapi  mereka sudah keburu pulang ke majalengka..hanya tinggal Feti saja yang memang masing menyelesaikan urusannya dikampus.
Saat ditemui Feti sangat bahagia bertemu keluarganya yaitu Zaenudin mereka bercerita panjang lebar tentang keluarga mereka..aku hanya jadi pendengar yang baik saja..sebelum Feti Menyindirku dan berkata kepada Zaenudin “Audin,.. kemaren nenek kaget lho… katanya ada UDIN PASLU,he,he..”sambil melirik kearahku..akupun tertawa aja atas ketololanku itu….mulai saat itu silaturahmi antara kedua keluarga yang sudah lama renggang itu kembali erat..dan mereka sering berkomunikasi..bahkan ketika ada salah seorang orang tua Zaenudin yang kena struk di sawangan..keluarga Feti pun mengirim bantuan biaya untuk pengobatannya.
Kawan…Pengalaman ini banyak pelajarannya bagiku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar